Beranda

18 Agustus 2009

Implikasi Pergeseran Paradigma Pendidikan


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Pasal 1, UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas).

Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

Dengan diberlakukannya UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terjadi pergeseran paradigma proses pendidikan: dari pengajaran menjadi pembelajaran. Semula, pengajaran merupakan transfer pengetahuan dari guru kepada siswa, aktivitas berpusat pada guru karena guru sebagai satu-satunya sumber belajar, dan didasari oleh teori belajar behaviorisme. Kini, pembelajaran tidak lagi berupa transfer pengetahuan dari guru kepada siswa, tetapi merupakan transformasi pengetahuan. Dalam pembelajaran, aktivitas berpusat pada siswa. Siswalah yang aktif berinteraksi dengan guru dan aneka sumber belajar. Teori belajar yang mendasari kegiatan pembelajaran pun berubah: konstruktivisme.

Dalam teori behaviorisme, tujuan pembelajaran menekankan pada hasil (penambahan pengetahuan). Seseorang dikatakan telah belajar jika mampu mengungkapkan kembali hal yang telah dipelajari. Sebaliknya, dalam teori konstruktivisme, tujuan pembelajaran menekankan pada penciptaan pemahaman yang menuntut aktivitas kreatif-produktif dalam konteks nyata: menekankan pada proses.

Pergeseran paradigma dari teori belajar behaviorisme ke teori belajar konstruktivisme menuntut perubahan makna dalam pembelajaran. Pembelajaran tidak diartikan sebagai proses menyampaikan materi atau memberikan stimulus sebanyak-banyaknya kepada siswa, tetapi merupakan proses mengatur lingkungan agar siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki. Sehubungan dengan itu, implikasinya adalah sebagai berikut:
1. Kebebasan merupakan unsur esensial dalam lingkungan belajar.
2. Belajar pada hakikatnya memiliki aspek sosial; beri pebelajar kesempatan untuk melakukan
kerja kelompok; perhitungkan proses dan hasil kerja kelompok.
3. Dorong pebelajar memainkan peran yang bervariasi dan munculnya pemikiran berbeda,
bukan hanya satu jawaban yang benar.
4. Dorong munculnya berbagai jenis luapan pikiran/aktivitas.
5. Dorong munculnya diskusi pengetahuan yang dipelajari dan tekankan pada keterampilan
berpikir kritis.
6. Gunakan informasi pada situasi baru

* Penulis: A. Effendi Sanusi